PAMA. Jauh sebelum dana desa bergulir, kasak-kusuk akan dibukanya peluang tenaga pendamping desa sudah lebih awal terdengar. Hal itu tidak mengherankan, karena dalam PP Nomor 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 6 Tahun 2014, keberadaan pendamping telah disebut, tepatnya pada paragraf 2 pasala 128-129.
Apalagi peluang itu semakin diperjelas dengan terbitnya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) nomor 3 tahun 2015 tentang pendampingan Desa. Peraturan menteri itu pun lalu diperkuat dengan munculnya edaran tertanda Plt Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) tentang panduan umum rekrutmen pendamping dana desa, akhir maret 2015.
Maka karuan saja, kasak kusuk akan dibukanya pendamping desa pun semakin kencang. Beragam rumor pun terus menggelinding, berbagai kepentingan juga mulai bergulir.
Sinyalemen adanya banyak kepentingan dalam perekrutan pendamping dana desa memang sangat menyengat. Salah seorang pejabat lingkungan Bapemas di satu kabupaten kini mengaku bingung dengan banyaknya titipan yang disampaikan kepadanya.
Seperti kabar yang dimuat dalam buletin derap desa edisi 94 menerangkan, selain melalui telepon dan SMS, kelompok yang berkepentingan itu bahkan tidak sedikit yang datang lansung menemuinya dengan membawa sejumlah nama yang diklaim ebagai jejaring relawannya. tak hanya di kabupaten, dilingkungan Bapemas provinsi kondisi itu juga terjadi.
Lalu dari kelompok manakah mereka? Pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu tak mau menyebutkan rinci. Namun tidak menampik jika kelompok itu berasal dari sejumlah politisi yang ada di dewan setempat, "desa itu kan basisnya massa dan potensi suara. Mungkin itu yang mereka tangkap untuk kepentingan mereka ke depan," tandasnya.
Sementara itu, bagi Suryokoco (Ketum RPDN) seperti di tulis dalam buletin derap desa mengatakan persoalan kepentingan dan komitmen antara pendamping dengan pemerintah, politisi maupun pejabat politik bukanlah menjadi rahasia lagi. Menurutnya praktek itu sudah menjadi bagian yang sudah biasa dilakukan para fasilitator di beberapa wilayah.
Saat adanya gawe politik semacam Pilkada, mereka pasti akan mendukung calonnya, secara terang-terangan dan vulgar. "kata kunci yang mereka sampaikan, fasilitator itu punya hak politik." Terangnya.
Secara ekstrim suryokoco bahkan menyatakan tidak perlu adanya tenaga pendamping non pemerintah untuk mengawal program dana desa. Sebab, menurutnya, s emangat dan amanah UU Desa sudah sangat jelas; pemda dari tingkat provinsi dan kab/kota adalah pembina administrasi desa. Pemerintah desa juga sudah mendapat bimtek (bimbingan teknis) dan pendampingan dari sekretaris desa yang sudah PNS.
Pola seperti itu, baginya sama dengan memandang pemerintah desa itu sangat bodoh dan tidak mampu belajar. "Saya rasa itu (pembekalan, red). Sudah cukup. Jadi pengangkatan pendamping desa itu tidak perlu dan hanya buang uang saja. Justru yang sebenarnya lebih penting adalah manual guide dan aplikasi Sistem Informasi Desa yang baku", tegasnya. (mtb, Derap Desa edisi #94)
0 Response to "Sinyalemen Rekrutmen Pendamping Dana Desa Yang Sarat Kepentingan"
Post a Comment